Dalam rekayasa perangkat lunak, istilah fork artinya merupakan sebuah proses modifikasi kode pemrograman yang bersifat open-source.
Namun, istilah fork juga seringkali kita dengarkan pada proyek crypto atau blockchain yang ingin melakukan sebuah tindakan perbaikan atau perubahan.
Terdapat 2 jenis yang memprogram fork dalam crypto, yaitu hard fork dan soft fork. Nah, apa saja perbedaan antara hard fork dan soft fork? mari kita bahas!
Mengenal Hard Fork Dalam Crypto
Hard fork mengaitkan perubahan radikal pada protokol dan menghasilkan divergensi permanen pada blockchain.
Hal ini meminta semua node dan pengguna untuk meningkatkan ke versi baru perangkat lunak agar dapat terus berpartisipasi dalam jaringan.
Jika pihak-pihak tertentu gagal dalam melakukan upgrade atau pembaharuan, maka akan ada chainsplit yang menghasilkan dua blockchain berbeda yang beroperasi setelah fork.
Pada poin ini, keduanya akan beroperasi berdampingan sekaligus secara independen. Pada situasi tertentu, satu dari blockchain tersebut bisa saja akan menjadi lebih dominan dari yang lain.
Mengenal Soft Fork Dalam Crypto
Soft fork adalah pembaharuan yang kompatibel dengan mundur ke protokol blockchain. Ini menghadirkan aturan baru yang lebih ketat daripada yang sudah ada, serta membuat blok atau transaksi yang sebelumnya valid menjadi tidak valid di bawah aturan baru.
Pengguna yang telah melakukan upgrade perangkat lunaknya dapat terus beroperasi dalam jaringan, sedangkan yang belum mengupgrade akan tetap berfungsi namun akan dikenakan aturan baru.
Pada soft fork, umumnya tidak ada divergensi permanen di blockchain. Contoh soft fork adalah pembaharuan Segregated Witness (SegWit) di jaringan Bitcoin.
Perbedaan Hard Fork dan Soft Fork pada Crypto
Dalam crypto kedua fork ini memiliki persamaan, yaitu ketika aturan blockchain diubah, maka versi lama akan tetap ada di jaringan sementara demikian halnya dengan yang baru.
Pada umumya, hard fork membuat versi lama dari protokol blockchain tidak valid. Jika versi yang lebih lama terus berjalan, maka akan berakhir dengan protokol dan data yang berbeda jika dibandingkan dengan versi yang lebih baru.
Hal inilah yang menyebabkan kemungkinan adanya kesalahan atau error. Di sisi lain softfork merupakan kebalikannya, yaitu perubahan yang baru kompatibel dengan protokol lama.
Pada soft fork, miners atau penambang versi lama akan mengetahui bahwa blok mereka ditolak, sehingga mereka harus melakukan perubahan yaitu upgrade.
Proses koreksi pada soft fork yaitu peningkatan node lama dan yang ditingkatkan akan menerima blok versi baru. Oleh sebab itu, versi baru pada akhirnya akan menang.
Yang perlu Anda ketahui, hard fork bisa menjadi sangat berisiko dan berpotensi berantakan.
Meskipun cukup kontroversial dimana memiliki kemungkinan yang dapat menyebabkan perpecahan dalam komunitas, hard fork yang terstruktur juga dapat mengakibatkan perubahan perangkat lunak yang diinginkan oleh semua pengguna.
Jika melihat perbedaan dari segi keamanan antara keduanya, hampir semua pengguna maupun developer meminta hard fork, meskipun yang soft fork sepertinya bisa digunakan.
Meskipun memerlukan daya komputasi yang luar biasa untuk melakukan perubahan pada blok di dalam blockchain, privasi yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan soft fork.
Perbedaan lainnya adalah soft fork tidak memiliki banyak risiko ganda layaknya hard fork. Hal ini disebabkan merchant dan pengguna yang beroperasi pada node lama akan membaca kedua versi blok tersebut.
Setiap program maupun perangkat lunak, seperti pada setiap jaringan blockchain, akan memerlukan peningkatan atau pembaharuan agar perangkat lunak dapat melayani tujuan yang lebih besar.
Terlepas dari jenis fork, tentunya masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan transisi yang mulus dari pembaruan dan peningkatan blockchain.
Kedua jenis fork ini akan memungkinkan membuat perubahan perangkat lunak yang terdesentralisasi.
Tanpa fork, jaringan tidak akan dapat mengadopsi setiap fitur baru, dan mengharuskan penggunaan sistem terpusat untuk melakukan kontrol total.
Dilansir dari Blockchain Council berita kripto terbaru, desentralisasi dalam dunia kripto adalah sebuah proses menyebarkan wewenang yang awalnya berada pada satu titik atau terpusat yang kemudian meluas. Setelah terdesentralisasi, maka pihak pusat tidak bisa merubahnya.
Konsep desentralisasi merupakan konsep sistem yang digunakan untuk kebutuhan crypto seperti digital aset Bitcoin, Ethereum, Dogecoin, dan sebagainya.
Dan yang perlu Anda ketahui, blockchain dikembangkan untuk sistem penyimpanan digital kemudian didistribusikan bersama.
Teknologi blockchain menggunakan cryptography yang kemudian bisa saling berkaitan. Blockchain sangat memanfaatkan konsep sistem desentralisasi karena saling terhubung dan memegang peranan yang sama.
Sistem desentralisasi di dunia blockchain merupakan sistem yang tidak dimiliki oleh otoritas sentral, namun masih juga bisa bekerja sama seolah-olah ada otoritas sentral di belakangnya.
Desentralisasi pada blockchain dapat juga diartikan sebagai sebuah sistem yang secara menyeluruh pengambilan keputusannya telah diberikan kepada para pengguna dari sistem tersebut.
Dengan adanya sistem desentralisasi pada blockchain, Anda juga tidak perlu bergantung kepada otoritas eksternal untuk validasi dan integrasi keaslian data.
Proses terdesentralisasi yang biasa terjadi di antara mode jaringan, berfungsi untuk memastikan bahwa informasi tersebut benar.
Kesimpulan
Demikianlah pembahasan mengenai perbedaan hard fork dan soft fork pada crypto. Semua keputusan investasi ada di tangan pembaca. Teliti dan analisis sebelum membeli atau menjual crypto.
Untuk kamu yang ingin berinvestasi crypto secara mudah, download PINTU sekarang! PT Pintu Kemana Saja dengan brand PINTU merupakan platform jual beli dan investasi aset crypto di Indonesia. Aplikasi PINTU berfokus pada tampilan aplikasi yang intuitif, mudah digunakan, dengan konten edukasi in-app, terutama bagi investor crypto baru dan kasual.